Sejarah dan Akar Filosofis Pembelajaran Mendalam, Mewarisi Pemikiran Para Tokoh Bangsa

 

Sejarah dan Akar Filosofis Pembelajaran Mendalam, Mewarisi Pemikiran Para Tokoh Bangsa

Jika kita telusuri akar dari Pembelajaran Mendalam (PM), ternyata ia bukanlah sesuatu yang sepenuhnya baru. Ia tumbuh dari akar yang kuat dari tanah gagasan para pemikir besar bangsa dan dunia. PM bukan sekadar metode, melainkan cerminan dari filosofi pendidikan yang menghargai manusia sebagai makhluk utuh: berpikir, merasa, bergerak, dan bertumbuh.


Jejak Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.”
Ki Hadjar Dewantara

Bapak Pendidikan Nasional ini meletakkan dasar pendidikan Indonesia pada sistem among  yaitu asah, asih, dan asuh. Beliau percaya bahwa pendidikan harus memanusiakan manusia, bukan memaksa. Konsep Taman Siswa yang digagasnya adalah taman kehidupan  tempat peserta didik bertumbuh dengan gembira, merdeka, dan bermakna.

Dalam pendekatan PM, prinsip menggembirakan dan berkesadaran sejalan dengan cita-cita Ki Hadjar: menjadikan sekolah sebagai ruang tumbuh, bukan ruang tekan.


Ahmad Dahlan dan Pendidikan sebagai Jalan Perubahan Sosial

Berbuatlah untuk kebaikan sesama, bukan untuk memperalat mereka.”
K.H. Ahmad Dahlan

Pendiri Muhammadiyah ini tidak sekadar mendirikan sekolah, tetapi membangun kesadaran bahwa pendidikan adalah sarana transformasi sosial dan spiritual. Ia menekankan bahwa ilmu harus menyatu dengan amal. Dalam PM, nilai-nilai seperti bermakna, etis, dan berorientasi pada kemanusiaan sangat kental dengan ajaran beliau.

Prinsip olah hati dalam PM bisa ditelusuri jejaknya dari pemikiran KH. Ahmad Dahlan bahwa belajar bukan hanya tentang tahu, tetapi tentang menjadi dan berbuat.


Romo Y.B. Mangunwijaya Pendidikan sebagai Jalan Pembebasan

 Pendidikan harus membentuk manusia yang utuh dan merdeka.”
Romo Mangun

Seorang imam, arsitek, dan pejuang kemanusiaan, Romo Mangun memperjuangkan pendidikan untuk masyarakat marginal. Ia menolak pendidikan yang sekadar indoktrinasi. Ia ingin pendidikan yang membebaskan, melalui refleksi, dialog lintas budaya, dan empati sosial.

Inilah semangat olah rasa dan olah pikir dalam Pembelajaran Mendalam sebuah pendekatan yang tidak hanya mencetak kepala cerdas, tapi juga hati yang peduli dan rasa yang peka.


Perspektif Tokoh Dunia: John Dewey dan Paulo Freire

 If we teach today’s students as we taught yesterday’s, we rob them of tomorrow.”
John Dewey

John Dewey, filsuf pendidikan Amerika, menekankan bahwa pendidikan adalah kehidupan itu sendiri — bukan sekadar persiapan menuju kehidupan. Ia mendorong pembelajaran yang aktif, kontekstual, dan relevan.

Sementara itu:

 Education does not change the world. Education changes people. People change the world.”
Paulo Freire

Paulo Freire dari Brasil menggagas pendidikan yang membebaskan, menolak praktik “banking education” yang hanya mentransfer pengetahuan. Ia mendorong partisipasi aktif, refleksi kritis, dan pembelajaran yang menyentuh realitas sosial.

Kedua tokoh ini memperkuat landasan teoritis dan praksis dari PM — bahwa belajar harus berakar pada pengalaman dan berdampak pada kehidupan nyata.


Mengapa Ini Relevan Hari Ini?

Pendekatan Pembelajaran Mendalam lahir dari kegelisahan akan pembelajaran yang dangkal. Ia bukan sekadar menjawab kebutuhan akademik, tetapi kebutuhan manusiawi: berpikir, merasakan, mencipta, dan mengubah.

PM bukan metode instan, melainkan filosofi yang hidup.
PM bukan tren baru, melainkan napas panjang perjuangan pendidikan bangsa.

Kita tidak memulai dari nol. Kita mewarisi gagasan-gagasan luhur dari para tokoh bangsa. Kini, tugas kita adalah menyambung jejak itu, menyalakan kembali semangatnya melalui praktik nyata di kelas dan sekolah kita.

Karena mendidik anak hari ini adalah membentuk Indonesia esok hari.




Mengapa Coding dan AI Harus Masuk Kurikulum Sekolah?

 

Mengapa Coding dan AI Harus Masuk Kurikulum Sekolah?

Di era digital yang berkembang sangat cepat, anak-anak kita tidak cukup hanya diajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Mereka juga perlu belajar bahasa keempat abad ke-21 coding dan memahami kecerdasan artifisial (AI). Mengapa? Karena teknologi ini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan, pekerjaan, bahkan cara kita berpikir.

Pentingnya Literasi Digital dan Berpikir Komputasional

Literasi digital bukan lagi tentang sekadar bisa menggunakan gadget. Literasi digital abad ini adalah memahami bagaimana teknologi bekerja, termasuk bagaimana data dikumpulkan, diproses, dan digunakan untuk mengambil keputusan—baik oleh mesin maupun manusia.

Salah satu kemampuan kunci dalam literasi digital adalah berpikir komputasional. Ini adalah cara berpikir logis, sistematis, dan efisien dalam memecahkan masalah. Ada empat komponen utama:

  1. Dekomposisi: Memecah masalah besar menjadi bagian kecil.

  2. Pengenalan Pola: Mencari pola yang berulang.

  3. Abstraksi: Menyaring informasi penting dari yang tidak relevan.

  4. Algoritma: Menyusun langkah-langkah logis untuk menyelesaikan masalah.

Kemampuan ini dapat diterapkan di semua bidang, mulai dari sains hingga seni. Bayangkan jika anak-anak kita terbiasa berpikir seperti ini sejak dini, mereka akan tumbuh menjadi pemecah masalah yang tangguh.


Belajar dari Negara-Negara yang Sudah Melangkah Lebih Dulu

Beberapa negara telah lebih dahulu menyadari urgensi penguasaan coding dan AI sejak usia sekolah:

  1. Inggris: Menjadikan “computing” sebagai mata pelajaran wajib sejak SD sejak 2014.

  2. Singapura: Memasukkan pembelajaran AI dan data science di sekolah menengah dan mendirikan AI Singapore sebagai lembaga pendukung pendidikan dan industri.

  3. Tiongkok: Memberikan pelatihan AI untuk siswa SMA sejak 2018 sebagai bagian dari strategi menjadi pemimpin AI global.

  4. India: Meluncurkan kurikulum AI di ribuan sekolah dan bekerja sama dengan Google & Microsoft untuk pelatihan guru.

Negara-negara tersebut memahami bahwa penguasaan teknologi bukan sekadar soal keterampilan teknis, tetapi juga modal strategis untuk daya saing bangsa.


Kesiapan Siswa Menghadapi Dunia Kerja Masa Depan

Laporan dari World Economic Forum dan McKinsey menyatakan bahwa pada 5-10 tahun ke depan, banyak pekerjaan manual dan administratif akan tergantikan oleh AI dan otomasi. Namun di sisi lain, pekerjaan baru justru akan muncul, khususnya di bidang teknologi, data, dan analisis.

Berikut beberapa implikasi nyata:

  1. 90% pekerjaan masa depan membutuhkan kemampuan digital tingkat menengah hingga tinggi.

  2. Soft skill seperti pemecahan masalah, kreativitas, dan kolaborasi akan makin penting, dan semua itu diasah lewat proses belajar coding dan projek berbasis AI.

  3. Indonesia diprediksi kekurangan 9 juta talenta digital pada 2030 jika tidak ada langkah strategis dari dunia pendidikan.

Mempersiapkan siswa sejak bangku sekolah bukan sekadar pilihan, tapi keharusan jika kita ingin memastikan mereka tidak tertinggal dalam ekonomi digital global.

Memasukkan coding dan AI ke dalam kurikulum bukanlah soal mengikuti tren, tapi bagian dari upaya menjamin masa depan anak-anak kita. Kita perlu mengajarkan mereka tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta dan pengembang solusi berbasis teknologi yang etis dan bermanfaat.

Sekolah yang mulai lebih awal akan memiliki keunggulan kompetitif. Dan yang paling penting, tidak ada anak yang terlalu muda untuk belajar teknologi, dan tidak ada guru yang terlalu tua untuk mulai belajar mengajarkannya.




Contoh DOKUMEN RENCANA AKSI SEKOLAH Implementasi Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (AI)

 DOKUMEN RENCANA AKSI SEKOLAH

Implementasi Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (AI)

Identitas Sekolah
Nama Sekolah: [Isi Nama Sekolah]
Jenjang: SD/SMP/SMA/SMK
Alamat: [Alamat Lengkap]
Kepala Sekolah: [Nama Kepala Sekolah]
Tahun Pelaksanaan: [Tahun Mulai Implementasi]


I. Latar Belakang

Dalam menghadapi perkembangan teknologi global dan tuntutan Revolusi Industri 4.0 serta Masyarakat 5.0, satuan pendidikan perlu menyiapkan peserta didik yang memiliki literasi digital, keterampilan berpikir komputasional, dan pemahaman dasar mengenai kecerdasan artifisial. Rencana aksi ini disusun sebagai pedoman strategis sekolah dalam mengimplementasikan pembelajaran koding dan AI secara bertahap dan terstruktur.


II. Tujuan Rencana Aksi

  1. Menyusun langkah implementasi pembelajaran koding dan AI sesuai jenjang.

  2. Menyiapkan ekosistem sekolah yang mendukung pembelajaran digital.

  3. Meningkatkan kompetensi guru dan peserta didik di bidang koding dan AI.

  4. Mendorong kolaborasi dengan pihak eksternal untuk penguatan program.


III. Tahapan Implementasi

A. Persiapan (Semester 1)

  • Sosialisasi ke guru, siswa, orang tua, dan komite sekolah.

  • Pemetaan sarana prasarana dan SDM (guru yang siap dilatih).

  • Penunjukan koordinator program.

  • Pemilihan pendekatan awal (P5, ekstrakurikuler, atau integrasi mapel).

B. Perintisan (Semester 2)

  • Pelatihan guru dasar (coding unplugged, Scratch, etika digital).

  • Penyusunan modul ajar dan RPP.

  • Pelaksanaan pembelajaran awal pada kelompok terbatas.

  • Penilaian awal dan dokumentasi praktik baik.

C. Pengembangan (Tahun ke-2)

  • Ekspansi pembelajaran ke kelas/jenjang lain.

  • Integrasi materi AI (Teachable Machine, chatbot sederhana).

  • Peningkatan alokasi waktu belajar dan penguatan LMS.

  • Pembentukan komunitas belajar guru internal.

D. Evaluasi dan Replikasi (Tahun ke-3)

  • Evaluasi proses dan capaian peserta didik.

  • Penguatan kolaborasi dengan DUDI dan kampus.

  • Pelaksanaan showcase/karya siswa berbasis projek.

  • Replikasi program ke sekolah mitra atau jejaring.


IV. Komponen Pendukung

  1. SDM: Guru Informatika, guru mapel terkait, koordinator digitalisasi.

  2. Infrastruktur: Komputer/laptop, internet stabil, ruang belajar fleksibel.

  3. Media dan Sumber Belajar: Scratch, Python, modul unplugged, LMS, kartu algoritma.

  4. Kemitraan: Dinas pendidikan, perguruan tinggi, industri lokal, komunitas coding.


V. Indikator Keberhasilan

  • 80% guru terlatih dan mengimplementasikan pembelajaran coding/AI.

  • Tersedianya minimal 1 produk inovatif siswa tiap semester.

  • Terbentuknya minimal 1 klub atau komunitas teknologi sekolah.

  • Penggunaan LMS oleh guru dan siswa meningkat setiap semester.

  • Kolaborasi aktif dengan minimal 2 mitra eksternal per tahun.


VI. Penutup

Dokumen rencana aksi ini bersifat dinamis dan dapat diperbarui sesuai kebutuhan dan perkembangan program di sekolah. Implementasi pembelajaran koding dan AI diharapkan menjadi langkah konkret dalam mewujudkan generasi muda yang kreatif, adaptif, dan siap bersaing secara global.

Disahkan oleh:
Kepala Sekolah
Tanda Tangan dan Stempel

(Tanggal Disahkan)